

Pada abad 21 seperti sekarang ini, banyak masyarakat mengasumsikan bahwa politik itu sudah tidak ada nilai etika dan etestikanya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pelaku politik yang menginterpretasikan pola pikir tersebut pada hal yang merugikan orang lain. Gambaran tersebut dapat dicontohkan pelaku politik pada lingkup Pemerintahan. Tidak terkecuali, mulai dari Sabang sampai Merauke wilayah NKRI, peranan Pelaku Politik mengalami peningkatan pada bidang Korupsi. Jelaslah sudah akan hal yang mendasar kenapa gambaran ini bisa terjadi, salah satunya adalah pola pikir opportunies. Pola pikir ini terjadi adanya banyak kesempatan yang diberikan kepada si pelaku hingga akhirnya tergiur dengan kilaunya mata uang, baik itu mata uang asing maupun lokal.
Contoh ini bukan tanpa sebab kalau saya pikir, “dalam sistem perdagangan (kalau kita membeli barang dengan harga Rp.1000,- minimal kita menjual Rp.1500,- biar ada untungnya sama halnya pada roda pemerintahan, kalau kita mendapatkan jabatan dengan jual dan beli maka pelaku harus mencari untung dimana’ yaitu KESEMPATAN’ tadi.
Bertolak dari hal itu semua, peranan politik seperti apa untuk kerangka pendidikan yang harus kita bangun bersama dalam memberikan inpuls positif kepada anak didik kita semua? Semuanya akan kembali kepada anak-anak itu sendiri, seorang guru akan menerapkan hal sewajarnya yang menjamin nilai etika dan etestika berpolitik dengan baik. Untuk selanjutnya tergantung pada diri dan kemapanan, kebijaksanaan dalam mengambil keputusan berpolitik.
Ibaratnya...”Semakin tinggi kita naik pohon, maka semakin kuat tekanan atau rintangan yang akan dihadapi, Maka berhati-hatilah ketika mencapai puncak”.

BACA JUGA ARTIKEL LAINNYA :
0 komentar:
Posting Komentar